SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
Pada logo Provinsi Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1
tahun 1969 tertera kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.
PENGERTIAN LAMBANG DAERAH
- Bidang dasar persegi lima :
Melambangkan jiwa dan semangat PANCASILA Rakyat Jambi. - Enam lobang mesjid dan satu keris serta fondasi mesjid dua susun batu diatas lima dan dibawah tujuh : Melambangkan berdirinya daerah Jambi sebagai daerah otonom yang berhak mengatur rumahtangganya sendiri pada tanggal 6 Januari 1957.
- Sebuah mesjid :
Melambangkan keyakinan dan ketaatan Rakyat Jambi dalam beragama. - Keris Siginjai :
Keris Pusaka yang melambangkan kepahlawanan Rakyat Jambi menentang penjajahan dan kezaliman menggambarkan bulan berdirinya Provinsi Jambi pada bulan Januari. - Cerana yang pakai kain penutup persegi sembilan :
Melambangkan Keiklasan yang bersumber pada keagungan Tuhan menjiwai Hati Nurani. - GONG :
Melambangkan jiwa demokrasi yang tersimpul dalam pepatah adat "BULAT AIR DEK PEMBULUH, BULAT KATO DEK MUFAKAT". - EMPAT GARIS :
Melambangkan sejarah rakyat Jambi dari kerajaan Melayu Jambi hingga menjadi Provinsi Jambi. - Tulisan yang berbunyi: "SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH" didalam satu pita yang bergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegi dua melambangkan kebesaran kesatuan wilayah geografis 9 DAS dan lingkup wilayah adat dari Jambi : "SIALANG BELANTAK
- BESI SAMPAI DURIAN BATAKUK RAJO DAN DIOMBAK NAN BADABUR, TANJUNG JABUNG".
SEJARAH BERDIRINYA PROVINSI JAMBI
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha
Saifuddin tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda menguasai
wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai
Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi
yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur
Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya
dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9
Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan
pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus
1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera disaat
Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan
Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku Muhammad Hasan ditunjuk
memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang
di Bukittinggi memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub
Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau
dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera
Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan
dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan
Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari
Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10 tahun 1948
ditetapkan sebagai Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja
Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang
mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari
terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala
Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin
keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian
lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari
itu, Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak
tanggal 1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi
dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari
Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat
dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari
(HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10 April 1954
yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko,
yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat
kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah
Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga orang delegasi yaitu
Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi
yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan
parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni
1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi
bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan
memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak
BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi
selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi
menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi
yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari
Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah
Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi
Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari
1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein
melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H.
Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff 11
orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim,
Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd
Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8
Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di
halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya
menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang
Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61
tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang
Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau.
(UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah
Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra
Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta
Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958
Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk
Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang
ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4).
Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya
Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang
gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU
Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan
pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi
melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan
sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang
Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah :
- O.L. Helfrich (1906-1908)
- A.J.N Engelemberg (1908-1910)
- Th. A.L. Heyting (1910-1913)
- AL. Kamerling (1913-1915)
- H.E.C. Quast (1915 – 1918)
- H.L.C Petri (1918-1923)
- C. Poortman (1923-1925)
- G.J. Van Dongen (1925-1927)
- H.E.K Ezerman (1927-1928)
- J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
- W.S. Teinbuch (1931-1933)
- Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
- M.J. Ruyschaver (1936-1940)
- Reuvers (1940-1942)
MASA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
Residen Jambi:
- Dr. Segaf Yahya (1945)
- R. Inu Kertapati (1945-1950)
- Bachsan (1950-1953)
- Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
- R. Sudono (1954-1955)
- Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
MASA PROVINSI JAMBI
Gubernur Jambi:
- M. Joesoef Singedekane (1957-1967)
- H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)
- R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)
- Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)
- Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)
- Masjchun Sofwan, SH (1979-1989), Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
- Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999), Musa (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
- DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005), Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur), Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
- DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)
0 komentar:
Posting Komentar