I. Pendahuluan
Lambang sebagai suatu tanda atau pengenal tetap baik berupa lukisan, perkataan/huruf, pada hakekatnya meruapakan pernyataan akan sesuatu hal atau mengandung makna/maksud tertentu.
Sebagai suatu tanda pengenal, maka penciptaannya ada yang bersifat induvidual maupun kolektif, bisa tentang suatu lambing atau symbol milik individual yang diakui keberadaannya secara kolektif. Maupun ada juga pengakuan atas lambang/simbol yang sifat maupun pemiliknya adalah kolektif
Kriteria lambang/ simbol yang sifat maupun pemilikannya kolektif dari suatu komunitas biasanya sekaligus sebagai tanda khas jati diri dari suatu yang diwakilinya.
Lambang Provinsi Jambi yang didalamnya termuat motto “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ masuk dalam kategori sifat maupun pemiliknya kolektif, milik komunitas masyarakat, rakyat dan daerah provinsi Jambi. Dengan sifat kolektifitas yang sedemikian, sebenarnya cukup layak bila kita memilki suatu uraian atau catatan ( kecil ) dari lambang Provinsi Jambi tersebut sekiranya di suatu saat kelak ( dimana penciptanya, yang mengetahui hakekat dan kemana sebenarnya tidak lagi dapat bicara ) bisa menimbulkan perbedaan penafsiran.
Tulisan ini sebenarnya hanya merupakan suatu telaahan sumber sejarah lisan yang muncul dari adanya wacana tentang motto “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ pada lambang provinsi Jambi dikaitkan dengan berbagai aplikatifnya di masyarakat. Dengan demikian keberadaannya bukan dimaksudkan sebagai kata putus tetapi sebagai bahan masukan dari wacana yang sedang berkembang.
II. Awal Wacana
Kendati teknik publikasi yang berbeda, dua harian Jambi Ekpres (21/6) dan Jambi Independent (23/6) memuat gugatan Usman Meng “ kembalikan semboyan Jambi keasalnya” namun dua tulisan itu, agaknya perlu mendapat tanggapan yang serius dari kita semua terutama para pengambil kebijakan di Provinsi Jambi. Penulis mengenai Usdman Meng melalui bukunya Napak Tilas Lika liku Provinsi Jambi cetakan II dengan sedikit revisi ditertibkan lagi dengan istilah cetak ulang oleh biro Binsos setda tingkat I Jambi Tahun Ajaran 1998/1999. Usman Meng dalam usianya senjanya masih tetap energik. Berbagai dokumentasi dan referensi tentang Jambi diramunya dengan apik dalam buku itu. Catatan sejarah perjuangan Jambi dimasa awal pembentukan Provinsi sedemikian hampir lengkapnya, tak heran karena beliau berada dalam pusaran perjuangan itu sendiri. A. Mukti Nasrudin (Alm) juga menulis tentang “ Jambi Sejarah Nusantara “ ( 1998). Sayangnya buku ini belum ditertibkan sebagaimana mestinya. Kita berharap referensi berharga ini dapat dibaca secara luas terutama generasi muda yang akan menapak sebagai calon pemimpin dan pelaku sejarah ( terutama sejarah jambi ) dinasa yang akan datang.
III. Telaah Sumber
“ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ kalimat ini jadi bagian dari logo lambang Provinsi jambi. Imbuhan “se” pada kalimat “sepucuk” oleh pencipta logo lambang tersebut jelas memberikan suatu arti satu kesatuan sejarah rakyat dan wilayah Provinsi Jambi sejak masa kerajaan hingga menjadi provinsi. Penulis belum dapat menyerap proses penambahan imbuhan “se” itu baik seperti yang dimaksud penciptaannya logo lambang ataupun dikala terbuhulnya kesepakatan DPR-GR tahun 1960-an itu.
Menyimak Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 1969 tentang lambang Daerah Provinsi Jambi, lahirnya lambang daerah tersebut dimaksud sebagai pemeliharaan rasa kebangsaan sebagai Bangsa Indonesia serta memelihara rasa kesatuansebagai rakyat dari neagar Republik Indonesia dan untuk memperdalam rasa tanggungjawab terhadap pembangunan Daerah. Dengan demikian “ se” lebih menyatakan kepada satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah dari satu Negara Kesatuan Republik Indonesia.Lebih dari itu pada pasal 2 ayat (8) dari peraturan daerah dimaksud memberikan perkuatan penafsiran terhadap tulisan “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ didalam satu pita yang tergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegidua, sebagai melambangkan kebesaran dari “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ Sialang Lantak besi sampai durian batakuk Rajo dan Tanjung Jabung “ Perda yang ditandatangani oleh ketua DPRD –GR Drs.R.. Ismail Muhammad dengan wakil ketua masing-masing H.A.T Hanafiah dan M. Saman Idris dimasa Gubernur KDH Provinsi Jambi dijabat oleh R.M Noer Atmadibrata. Memang memuat penjelasan sebegitu saja. Risalah rapat –rapat maupun laporan Panitia Lambang Daerah tertanggal 7 April 1969 sampai sejauh ini belum dapat ditelusuri keberadaannya. Dengan Demikian pengertian “ Sepucuk Jambi sembilan lurah “ dan Tanjung Jabung itu tak bisa / belum bisa ditelusuri akan tambahan dan tanjung Jabung dalam satu pengertian Sepucuk Jambi Sembilan lurah .
Kalimat “ Pucuk Jambi saembilan Lurah “ terpatri dalam naskah lama ‘ undang –undang Piagam Pencacahan dan Kisah Negeri jambi “ yang ditulis Ngebi Sutho Silago Priyayi Rajo sari bertarikh 1356/1939 M, pada Kitab ini dalam pasal 37 pucuk Undang delapan berbunyi “ ..... yang bernama pucuk jambi ialah Uluan Jambi, pertama Pulau Umak disanalah Durian ditakuk Rajo sebelah hulu Sialang bertantak besi antara dengan Tanah Minagkabau, maka itulah bernama pucuk jambi, Adapun yang dinamakan Sembilan Lurah itu anak batanghari Jambi sungainyo yang besar 9 sungai, pertama Sungai Tembesi, Kedua Batang Merangin, Ketiga Batang Asai, keempat Sungai Tabir, Kelima Tebo, Keenam Bungo, Ketujuh Pelepat, Kedelapan Masumai, Kesembilan Jujuhan, Mako itulah yang dinamakan yang Sembilan Lurah.
Batas Wilayah Kerajaan dimasa lalu memang belum seperti sekarang dengan koordinat dan ordinat. Patok agrarianya berupa tanda –tanda alam atau simbol –simbol lain. Pada masa Kesultanan Jambi luas wilayah kekuasaan kerajaan disebut dari tanjung jabung sampai durian ditakuk Rajo, dari sialang belantak besi ke Bukit Tambun Tulang. Tanjung jabung adalah daerah pantai termasuk perairan dan gugusan pulau berhala. Durian di Takuk Rajo berada di Tanjung Simalidu, Sialang belantak Besi berdiri tegak di Bukit Sitinjau Laut dan Bukit Tambun Tulang Berada di singkut.
“ Pucuk Jambi Sembilan lurah Batangnya Alam Barajo “ artinya pucuk yaitu ulu, Dataran tinggi, Sembilan lurah adalah sembilan Negeri atau Wilayah daerah dan Batangnya alam Barajo yaitu teras kerajaan 12 suku/bangsa.
Mengenai “Sembilan Lurah” pepatah menyebut ”empat diatas tiga dibaruh”, empat di ateh diselenggarakan oleh empat depati yaitu :
1. Depati Rencong Telang yang berpusat di Pulau Sangkar dengan daerah kekuasaannya Meliputi Tanah sebelah Barat dan Selatan Danau Kerinci. Atau berwatas dengan depati biang sari di pengasi, sejak dari sebih kuning muaro seleman sampai Alam Pamuncak Nan Tigo kaum ( kerajaan Manjuto )
2. Depati Atur Bumi yang berpusat di Hiang meliputi tanah sebelah tenggara Danau Kerinci sampai Gunung Kerinci atau berwatas dengan kerajaan manjuto dan Depati Biang Sari. Daerah takhluknya Kerinci hulu VIII helai kain sampai Siulak Tanah Sekudung
3. Depati Biang Sari berpusat di Pengasi, Wilayah Takhluknya Pematang Tumbuk Tigo Sungai Tabir, Rantau Panjang, Pelepat, sampai Pulau Musang, Tanjung Simalidu ( Lihat Tambo Raden Sayrif, Jambi )
4. Depati Muara Langkap tanjung Sekian berpusat di Temiai, Berwatas dengan depati Rencong Telang sampai Sungai Bujur – Perentak – Pangkalan Jambu.
Ketinggian letak geografis keempat tanah Depati tersebut menyebabkan dataran tersebut dengan nama Empat Di Ateh ( daerah empat diatas ) yang sekarang telah menjadi Kabupaten Kerinci, Kecamatan Muara Siau, dan Kecamatan Jangkat, Pelepat ( Bungo), Rantau Panjang tabir, Kecamatan Sungai manau, Kecamatan Pangkalan Jambu.
Daerah Kerinci Rendah adalah Wilayah yang berada disebelah timur Kerinci Tinggi pada kaki pegunungan bukit Barisan. Topografinya berbukit-bukit dan disini mengalir banyak sungai dengan arus air yang tenang, tidak berbatu dan permukaan sungai lebar, sehingga dapat dilayari kapal kecil. Kondisi sungai tersebut sangat berbeda dengan sungai yang terdapat di kerinci Tinggi yang pada umumnya berarus deras, beriam, berair terjun (telun ), berbatu dan permukaan sempit, sekarang wilayah berada dalam daerah Kabupaten Merangin yaitu kecamatan Sungai manau, Bangko Pemenang, dan Tabir Rantau Panjang. Pada Wilayah Kerinci Rendah terdapat Tiga Tanah Depati dan Dua Daerah khusus dari Pemerintahan Depati Empat Alam Kerinci. Tanah Depati yang Dimaksud adalah Di sebut Tiga di bawah atau Tiga di baruh bangko yaitu :
1. Depati Setio Nyato di Tantan tanah Renah bangko
2. Depati Setio Betis(Bhakti) di Nalo Bangko
3. Depati Setio rajo di Lubuk Gaung bangko
Ketiga Depati ini Waris depatinya dari Pulau Sangkar anak Puti Lelo Baruji, Sehingga sampai sekarang disebut : Tigo Dibaruh Anak Batino Pulau Sangkar. Sedangkan Dearah Khususnya 1. Tanah Pamuncak Pulau Rengas 2. Tanah Pemuncak Pemberap pemenang. Ketiga tanah Depati dan dua daerah khusus itu, karena letaknya berada pada ketinggian jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah Kerinci Tinggi maka disebut dengan Tigo di baruh atau tiga dibawah. Dalam Pepatah adat yang menyebutkan tentang kekuasaan pemerintahan depati Empat alam Kerinci dikatakan lingkupnya mencakup empat diateh, tigo dibaruh, duo pemuncak pulau rengas dan pemerap pemenang. Kesembilan daerah kekuasaan depati emapat inilah yang disebut orang pada Zaman KerajaanJambi menurut Sepanjang adat dengan nama : Pucuk Jambi Sembilan Lurah, yaitu wilayah yang berada di daerah atas atau daerah bagian hulu dari kerajaan Jambi.
Dan dua di bangko bawah terdiri dari daerah batin IX ( batin IX ulu dan batin IX ilir) dan daerah yang di sebut Induk enam Anak sepuluh atau disebut juga sebagai daerah lurah XVI meliputi daerah – daerah Tiang pumpung, Dusun tuo, sanggerahan, sungai tenang, serampas, dan pemberap
Adapun “ Batangnyo alam Berajo” yaitu teras kerajaan dua belas/suku yaitu :
1. Jabus meliputi sabak dan dendang, Simpang Aur Gading, anjung dan londrang;
2. Pemayung meliputi teluk sebelah ulu, pudak kumpeh dan beberang,
3. maro sebo meliputi sungai buluh kasap, kembang seri, rengas sembilan, sungai aur, teluk lebar, mangupeh, remaji, rantau api, rambutan masam, dan kubu kandang,
4. Petaji meliputi Betung bedarah, penapaln, sungai keruh, teluk rendah, Dusun tuo, peninjauan tambun arang dan kemunduran kumpeh
5. VII koto yang juga disebut kembang paseban meliputi teluk ketapang, muaro tabun, nirah, sungai abang, teluk kayu putih, kuamang, dan tanjung.
6. Awin meliputi pulau kayu aro dan dusun tengah
7. Penagan negerinya yaitu Dusun kuap,
8. Mestong meliputi tarekan, lopak alai kota karang dan sarang burung
9. Serdadu dengan negerinya sungai terap
10. Kebalen negerinya terusan
11. Air Hitam meliputi ; Durian Ijo, tebing tinggi, pdang kelapo, Sungai seluang pematang buluh dan kejasung
12. Pinokawan tengah meliputi dusun ture lopak aur, pulau betung dan sungai duren
Menurut catatan tentara belanda secara geografis wlayah kerajaan jambi dibagi atas dua bagain besar Yaitu daerah huluan jambi meliputi DAS-DAS sungai tungkul ulu, Sungai Jujuhan, Batng Tebo, Tabir, Merangin, dan pangkalan jambi. Derah Hilir Jambi meliputi daerah yang dibatasi oleh Tungkal Hilir sampai Rantau Benar kedanau Ambat yaitu pertemuan sungai batanghari dan batang tembesi sampai perbatasan dengan Palembang
Keseluruhan wilayah dari sisi pendukung hukum adat jambi batas – batasnya secara lengkap berbunyi : Dari durian ditakuk Rajo lepas ke sialang berlantak besi , melayang ke tanjung Simalidu, menepat di beringin nan sebatang, beringin gedang nan sekali dalam mendaki bukit ke lank nan besibak, meniti pematangpanjang, menepat ke singkil tujuh belarik ke sepisak pisau hilang mendaki bukit alum babi. Mendaki pematang panjang menepat ke bukit cendaku laju ke ulu parit 9 menuju ke sungai retih dan sungai enggan meren tenjung labuh terjun ke laut nan mendidih menempuh ombak nan berdebur merapat kepulau tigo sebelah laut pulau berhalo, naik ke sekatak air hitam menuju ke bukit seguntang-guntang mendaki tuo lepas sungai bayung lincir laju ke hulu sungai singkut dikurung bergandeng bukit tigo, mudi ke serintik hujan panas, meniti bukit barisan, turun kerenah sungai buntal menuju ke sungai air dikit menepar ke hulu sungai ke taum mendaki bukit malin dewa laju ke Sungai ipuh mendaki bukit Sitinjau laut, sayup-sayup terdengar laut lepas menuju gunung berapi disitu tegak Gunung Kerinci menepat ke muaro Bento menempuh ke bukit kaco meniti pematang lesug terus menuju batu anggit dan batu kangkung, teratak tanjung pisang, siangkak – siangkang hilir pulo ke durian di tajuk rajo disitu mulai berjalan lamo berjalan meniti batas, itulah batas yang kini menjadi Wilayah Provinsi Jambi.
MAKNA SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
PADA LAMBANG PROVINSI JAMBI
(dikutip/salin dari berbagai Sumber)
0 komentar:
Posting Komentar