TUGAS BISNIS INTERNASIONAL
KARYA TULIS ILMIAH
IMPLEMENTASI AFTA DI INDONESIA
Disusun oleh :
Nama :
Muhammad Untung SA ( c1b010035 )
Zulkarnain (
c1b010033 )
Defri Palmer Siboro ( c1b010008 )
Yudhi Prasetyo ( c1b010027 )
Feri Ardianto (
c1b010028 )
Nazran (
c1b010042 )
Kelas :
Manajemen A 2010
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang
memiliki banyak wilayah yang terbentang di sekitarnya. Sehingga Indonesia
merupakan negara yang kaya akan hasil alam. Namun, kekayaan alam tersebut tidak
dapat dimanfaatkan oleh negara sendiri sehingga membutuhkan negara lain untuk
menjamahnya. Perekonomian Indonesia diprediksikan akan mampu bersaing di Dunia
pada beberapa tahun kedepan. Namun pada
saat ini saja Indonesia masih tertinggal dari negara-negara kecil di
kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand ataupun Singapura.
Kehadiran AFTA ( ASEAN FREE TRADE AREA )
di Asia Tenggara memiliki berbagai manfaat baik dan buruk bagi Indonesia. AFTA
merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi penduduk
di Asia tenggara khususnya.
Untuk Indonesia, kerjasama AFTA
merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian
yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan
komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA. Upaya ke arah itu, nampaknya
masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah
maupun para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia
saat ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada
persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan,
kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis
yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan dengan diberlakukannya
otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat menjadi salah satu
dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga lebih kompetitif
di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus memberikan dampak
positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan
pembangunan daerah.
B.
Tujuan
Karya Tulis ini
dibuat untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam pemahaman tentang implementasi AFTA di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari karya tulis ini adalah :
1. Mengetahui apa
itu AFTA.
2. Mengetahui Implementasi
AFTA di Indonesia.
C.
Rumusan
Masalah
·
Apa itu AFTA?
·
Bagaimana
Implementasi AFTA di Indonesia?
·
Apa dampak
positif dan negative AFTA bagi Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
Teori
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud
dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas
perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN
dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta
menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduk di Asia Tenggara. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.
Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area
(AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat
menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For
ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA)
merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui :
·
penurunan tarif hingga
menjadi 0-5%,
·
penghapusan pembatasan
kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
·
Mendorong kerjasama
untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta
standar dan kualitas.
·
4. Penetapan kandungan
lokal sebesar 40 persen.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA
adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi
Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura
dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah
produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA,
karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia,
binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan
budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan
amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai
General Exception.
Ø Gambaran Umum AFTA :
v Lahirnya AFTA
ð Pada
pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN (ASEAN Summit) ke-4 di Singapura pada
tahun 1992, para kepala negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan
perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.
v Tujuan AFTA
ð Menjadikan
kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN
memiliki daya saing kuat di pasar global.
ð Menarik
lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
ð Meningkatkan
perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
v Manfaat dan Tantangan AFTA
ð
Manfaat :
·
Peluang pasar yang
semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500
juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
·
Biaya produksi yang
semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya
membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN
lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
·
Pilihan konsumen atas
jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan
tingkat harga dan mutu tertentu;
·
Kerjasama dalam
menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di
negara anggota ASEAN lainnya.
ð Tantangan
:
·
Pengusaha/produsen
Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan
bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang
berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar
domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
v Jangka waktu realisasi AFTA
ð KTT
ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN
Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk
dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea
masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007;
dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah
100% untuk anggota ASEAN yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun
2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun 2010 untuk Cambodja.
o
Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk
menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List
(IL).
o
Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk
menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List
(IL).
o
Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk
menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List
(IL), dengan fleksibilitas.
o
Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk
menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List
(IL), tanpa fleksibilitas.
ð Untuk
ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda
yaitu :
ð
Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli
1995).
ð
Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal
23 Juli 1997).
ð
Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30
April 1999).
B.
Analisis
Untuk
Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan
ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi
tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA.
Upaya
ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih
serius dari pemerintah maupun para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa
komoditas pertanian Indonesia saat ini maupun di masa yang akan datang masih
akan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang
berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar
di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan
dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat
menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga
lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus
memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan
pendapatan petani dan pembangunan daerah.
Memang,
secara umum, beberapa produk kita siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa
sawit, tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak
pula yang akan tertekan berat memasuki AFTA. Di antaranya, produk otomotif,
teknologi informasi, dan produk pertanian.
Dalam
AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara
signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas.
Karena itu, diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari
kegiatan perdagangan yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan
perusahaan untuk bersaing. Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA,
namun juga secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan
permodalan, dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Dalam
menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih
memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi
AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor
itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha
tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya
ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar
internasional.
Faktor
lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar
perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat
masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di
semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi
daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan
mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya
dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan
sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar
dunia.
Persoalan
lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat
luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya,
terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.
Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan
dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari
seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan
sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola
pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.
Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun,
selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah
keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi
akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan
yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai
lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah
mempunyai keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.
Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
AFTA
adalah bentuk dari Free Trade Area di kawasan Asia Tenggara merupakan kerjasama
regional dalam bidang ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume
perdagangan di antara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas
tertentu, termasuk di dalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif
mendekati 0-5 persen. Inti AFTA adalah CEPT (Common Effective Preferential
Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang
memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif
hanya 0-5 %.
Sampai
saat ini, CEPT masih merupakan hal yang sulit untuk dijalankan oleh
Negara-negara di ASEAN, hanya Singapura saja yang sudah dapat mengurangi
hambatan tarifnya sebesar 0 %, sedangakan Negara-negara ASEAN lainnya masih
berusaha untuk mencoba mengurangi hambatan tarifnya.
Pelaksanaan
AFTA akan mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan
besar yang mampu terus berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan
terus menekan industri kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan
para konglomerat. Untuk melindungi industri kecil tersebut, perlu diwujudkan
sebuah undang-undang anti monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu
perusahaan-perusahaan berskala kecil.
Indonesia
sebagai Negara yang menyetujui AFTA, sebentar lagi akan masuk ke dalam era
perdagangan bebas, sehingga bangsa ini akan bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN
lainnya. Dengan kondisi bangsa Indonesia dan perekonomian Indonesia saat ini,
Indonesia dapat dikatakan masih belum siap dalam menghadapi persaingan global.
Sumber daya manusia Indonesia dengan masih banyaknya masyarakat dengan tingkat
pendidikan dan keahlian yang minim membuat Indonesia diprediksikan akan kalah
dalam persaingan. Situasi politik dan hukum di Indonesia yang amat sangat tidak
pasti juga menambah jumlah nilai minus Indonesia dalam menghadapi AFTA.
B.
Daftar
Pustaka